Kisah Polwan Cantik Tiarap Berjam-jam Demi Sabu 1 Ton

Jakarta – Seorang anggota Tim Gabungan Satuan Tugas Merah Putih yang menggagalkan upaya penyelundupan sabu dari China melalui Dermaga eks Hotel Mandalika di Jalan Anyer Raya, Serang, Banten, Kamis (13/7/2017), adalah seorang polisi wanita (polwan), Ajun Komisaris Rosana Albertina Labobar.

Ditemui di Mapolresta Depok, Jumat (14/7/2017), perempuan 31 tahun ini menceritakan keterlibatannya dalam penggerebekan salah satu penyelundupan narkoba terbesar yang masuk ke Indonesia.

Menurut Ocha, sapaan akrab Rosana, dia dan anggota Tim Gabungan Satuan Tugas Merah Putih bertolak ke Anyer pada Selasa (11/7/2017) siang. Saat itu, petugas mendapat informasi dari Kepolisian Taiwan bahwa sabu yang dikirim akan tiba di dermaga eks Mandalika pada Rabu (12/7/2017) dini hari.

“Kami bermalam ke sana. Hari pertama mereka (para pelaku) sudah ke Pantai Mandalika dari jam 11.00 malam sampai 04.30 subuh,” tutur Ocha.

Pada saat itu, Ocha menyebut dirinya dan seorang rekannya sudah berada di dalam dermaga eks Hotel Mandalika untuk menggerebek saat para pelaku melakukan transaksi.

Ocha dan rekannya itulah yang mengawasi langsung gerak-gerik pelaku dari jarak dekat. Setelah menunggu hingga pukul 05.00, tidak ada tanda-tanda transaksi dan Ocha mengaku melihat para pelaku menunjukkan gestur marah-marah.

“Enggak ada transaksi, enggak ada barang datang. Mereka juga terdengar marah,” ucap Ocha.

Tiarap berjam-jam

Menurut Ocha, saat itu dia dan para anggota lainnya sudah sempat mengira para pelaku akan meninggalkan Anyer dan kembali ke Jakarta.

Namun, kata Ocha, ternyata para pelaku memperpanjang masa menginap mereka di salah satu hotel di Anyer. Para anggota Tim Satgas Merah Putih pun melakukan hal yang sama.

“Akhirnya seharian itu kami full istirahat sambil ngikutin pergerakan mereka. Ternyata mereka enggak ke mana-mana. Cuma makan sama ke Indomaret beli snack terus balik ladi ke kamar,” ujar Ocha.

Lalu pada Rabu, sekitar pukul 22.00, Ocha menyebut dia dan rekan-rekannya sudah kembali bersiaga di sekitar dermaga eks Hotel Mandalika.

Ocha dan seorang rekannya kembali bertugas mengawasi langsung gerak-gerik para pelaku. Menurut Ocha, saat itu tengah bulan purnama dan posisinya mengintai hanya sekitar 30 meter dari mobil para pelaku.

“Jadi saya enggak bisa duduk. Saya harus tiarap selama empat jam di semak-semak nungguin mereka,” ucap Ocha.

Ocha berujar pada sekitar pukul 02.00, para pelaku menyalakan lampu sorot ke arah laut. Lampu itu merupakan sinyal agar kapal yang membawa sabu segera merapat. Saat itulah, Ocha mengaku sempat terkecoh.

Pada awalnya, Ocha mengira kapal yang digunakan adalah kapal jenis speed boat ataupun kapal kayu yang berukuran besar.

“Saya lihat sudah dua jam kok enggak muncul-muncul. Sampai akhirnya ada bunyi kapal, pada saat kelap-kelip lampu ada yang lari bolak balik,” ucap Ocha.

Menurut Ocha, kondisi bibir pantai yang curam menyulitkannya untuk melihat langsung ke arah dermaga sehingga mengharuskannya berpindah posisi. Setelah berpindah posisi itu, Ocha baru bisa melihat kapal yang digunakan untuk mengangkut sabu adalah sampan yang hanya memiliki satu mesin.

“Sampan kayak yang ada di Kalimantan. Yang buat orang jualan. Enggak ada sayapnya,” ucap Ocha.

Ocha menuturkan pada saat dirinya baru menyadari jenis kapal yang digunakan, perahu yang digunakan untuk mengangkut sabu sudah bertolak pergi dari dermaga. Ocha kemudian melapor ke pimpinan tim.

Saat itu, belum ada aba-aba untuk melakukan penyerangan.

“Takutnya kapalnya balik lagi,” ujar dia.

Menurut Ocha, perintah untuk melakukan penyerangan datang saat para pelaku hendak pergi dari lokasi. Setelah sempat terjadi sedikit perlawanan, para pelaku dapat dilumpuhkan saat waktu menunjukkan hampir pukul 05.00.

Saat itu, ditemukan 51 paket sabu kualitas 1 seberat satu ton di dalam dua mobil yang sudah siap dibawa ke Jakarta.

Polisi menangkap empat WN Taiwan, yakni Lin Ming Hui, Chen Wei Cyuan, Liao Guan Yu, dan Hsu Yung Li. Adapun Lin Ming Hui tewas ditembak polisi karena melawan saat akan ditangkap. (kmps)