Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan mendapat protes keras dari ratusan musisi meskipun RUU itu baru bersifat draf. Bahkan, ratusan musisi dan praktisi musik yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan membuat petisi untuk menolak RUU tersebut.
Koalisi menilai RUU tersebut tidak perlu dan justru berpotensi merepresi musisi. “Kami merasa tidak ada urgensi bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Pemerintah untuk membahas dan mengesahkannya untuk menjadi Undang-Undang,” demikian tertulis dalam keterangan Koalisi.
Koalisi menilai, naskah ini menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi dan menghambat dukungan perkembangan proses
kreasi dan justru merepresi para pekerja musik. Mereka menegaskan tetap mendukung upaya menyejahterakan musisi dan terbentuknya ekosistem industri musik yang lebih baik, hanya caranya bukan dengan mengesahkan RUU tersebut.
Secara umum, RUU Permusikan ini memuat Pasal yang tumpang tindih dengan beberapa Undang-Undang yang ada seperti: Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan Undang-Undang ITE. Lebih penting lagi, RUU ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, serta bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi.
“Kalau musisinya ingin sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Pelindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi itu; jadi untuk apa lagi RUU Permusikan ini,” kata Penyanyi Danilla Riyadi dalam keterangan resmi tersebut.
Koalisi menemukan setidaknya 19 Pasal yang bermasalah. Mulai dari ketidakjelasan redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan siapa dan apa yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.
Koalisi itu terdiri dari 260 orang yang merupakan musisi hingga praktisi musik, di antaranya frontman Efek Rumah Kaca Cholil Mahmud, Iga Massardi dari Barasuara, Endah Widiastuti dari Endah and Resa, hingga Soleh Solihun.