SERANG, beritaindonesiatnet – Kasus perizinan yang tumpang tindih masih ditemukan di Provinsi Banten. Karena itu, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten kota diimbau untuk berhati-hati dan cermat dalam mengeluarkan perizinan. Apalagi, masalah perizinan ini rawan pungli sehingga orang yang terlibat di dalamnya berpotensi untuk berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum.
“Banyak contoh kasus hanya karena perizinan yang dikeluarkan pemda, kepala daerah harus berususan dengan KPK dan aparat penegak hukum,” ujar Aat Surya Syafaat, Pengamat Kebijakan Publik usai diskusi antara pengurus dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banten dengan insan pers tentang kasus pelanggaran teritorial dan masalah perizinan di salah satu rumah makan di Serang, Banten, Jumat (14/9).
Aat yang juga wartawan senior mengungkapkan jika persoalan perizinan merupakan hal yang sensitif sehingga tidak bisa diberikan secara sembarangan. “Jadi pihak pemda jangan ceroboh, harus hati-hati dan tidak bisa sembarangan dalam pemberian izin.”
Menurut Aat, perizinan yang diberikan sembarangan juga mengakibatkan sengketa di masyarakat. Salah satunya yang terjadi antara PT Bukit Sunur Wijaya (BSW) dan PT Pelayaran Menaratama Samudera Indonesia (PT PMSI) yang mempermasalahan batas tapal batas tanah mereka di Desa Margasari, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten.
Kasus ini terjadi setelah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten mengeluarkan izin reklamasi terhadap PT PMSI pada tahun 2017. Padahal, sebagian lokasi itu sudah dimiliki oleh PT BSW, yang sudah mengantongi izin Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) yang dikeluarkan Kementrian Perhubungan pada tahun 2012.
“Saya mendapatka informasi perusahaan yang melakukan reklamasi ini belum mengantongi izin pelaksanaan reklamasi, baru izin lokasi saja,” ujar Aat.
Sementara itu kuasa hukum PT BSW, M. Yasin mengakui pihaknya sudah mengantongi TUKS sejak tahun 2012. “Jauh sebelum izin reklamasi PT PMSI keluar.”
Yasin merasa pihaknya dirugikan karena pemerintah telah memberikan izin kepada PT PMSI tanpa mengecek terlebih dahulu perizinan lain yang dimiliki pihak di sekitarnya. “Kami menduga ada pelanggaran titik koordinat yang dilakukan PT PMSI dalam melakukan reklamasi,” ujarnya.
Ketua PWI Banten Firdaus mengungkapkan wartawan harus cermat dan berperan penting dalam membuat pemberitaan tentang kecerobohan pemerintah dalam pemberian izin. “Seperti yang terjadi pada kasus di Bojonegara ini. Jangan sampai karena pemerintah mengeluarkan perizinan tapi malah memberikan dampak kerugian terhadap pihak lain yang sudah terlebih dahulu mengantongi izin.” Ujarnya.
Firdaus juga mengajak wartawan untuk peka terhadap persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. “Kita harus peka terhadap berbagai persoalan yang muncul di masyarakat.” (hen)