Jakarta – Penduduk Rukun Warga (RW) 08, Kelurahan Rengas, Kota Tangerang Selatan mengadu ke Ombudsman RI tentang dugaan mal administrasi dan tindakan sewenang-wenang atas pembangunan gedung Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 7 di Kelurahan Rengas, Kota Tangerang Selatan. Pembangunan gedung SMKN 7 itu di atas tanah yang pembeliannya berdasarkan SK Gubernur Banten yang ditandatangani Wahidin Halim pada 29 November 2017.
Pengaduan itu dilakukan warga RW 08 dengan mendatangi Kantor Ombudsman RI, Senin (19/11/2018). Perwakilan warga yang terdiri dari Mas Achmad Santosa, Zaenal Arifin Achmady, Dedy H Widodo dan Kristo Milino itu diterima anggota Ombudsman RI, Prof Dr Adrianus Meliala Ph.D.
Dalam surat pengaduan itu, warga melaporkan dugaan maladministrasi itu berdasarkan lokasi tanah untuk SMKN 7 terkurang properti pihak lain dan tidak ada akses jalan ke tanah tersebut. Penetapan dan pembelian tanah yang terisolir itu memperkuat dugaan, keputusan yang diambil untuk penetapan lokasi dan pembelian tanah tidak terencana dan didukung kajian komprehensif yang memadai termasuk memperhatikan dampak sosial, keamanan dan lingkungan masyarakat sekitar.
Penetapan pembelian tahan itu berdasarkan Keputusan Gubernur Banten Nomor 596/Kep.453-Huk/2017 tentang Pembentukan Tim Kordinasi Pengadaan Tanah Unit Sekolah Baru SMAN dan SMKN Provinsi Banten Tahun Anggaran 2017 yang ditandatangani Wahidin Halim, Gubernur Banten. Dalam SK, lokasi lahan itu berjumlah 12 lokasi, termasuk SMKN 7 di Kelurahan Rengas, Kota Tangerang Selatan.
“Tidak ada sosialiasi rencana pembangunan SMKN 7 termasuk kepada Warga yang terdampak dari rencana pembangunan tersebut,” demikian pengaduan warga yang disampaikan ke Ombudsman RI.
Sedangkan dugaan tindakan sewenang-wenang yang dilaporkan warga berdasarkan surat Kelurahan Rengas No 140/197 – K.RS/2018 tanggal 27 September 2018 tentang Pembongkaran Tembok Jalan Punai 1, Kompleks Perumahan Bintaro Jaya Sektor 2, Kota Tangerang Selatan. Padahal tembok itu merupakan properti milik warga dan bukan termasuk properti yang diserahkan perusahaan pengembang kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan.
“Fungsi tembok pembatas itu sangat penting untuk memisahkan Komplek Perumahan dengan pemukiman/tanah sekitar antara lain terkait dengan aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan Warga RW 08,” kata dalam surat pengaduan.
Warga RW 08 itu juga minta membatalkan pembangunan SMKN 7 yang dibangun tanpa kajian yang layak, meminta kepolisian dan kejaksaan melakukan pengusutan atas dugaan kerugian negara atas pembelian tanah untuk SMKN 7 dan meminta Gubernur Banten serta Walikota Tangerang Selatan untuk memerintahkan bawahanny agar tidak melakukan pembokaran tembok di Jalan Punai 1.
“Pembongkaran tembok pembatas secara paksa yang merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan Pasal 406 ayat 1 juncto Pasal 170 ayat 1&2 KUHP mengingat tembok pembatas adalah milik Warga RW 08 dan bukan merupakan bagian aset yang diserahkan pengembang kepada Pemda,” kata warga dalam surat pengaduan tersebut.
Selain mengadu soal maldaministrasi dan tindakan sewenang-wenang, warga RW 08 juga meminta kejaksaan dan kepolisian mengusut dugaan kerugian negara atas pembelian tanah untuk SMKN 7 Tangsel.
“Gubernur Provinsi Banten dan Walikota Tangerang Selatan diminta menginstruksikan bawahannya tidak melakukan pembongkaran tembok tembatas secara paksa yang merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan Pasal 406 ayat 1 juncto Pasal 170 ayat 1&2 KUHP mengingat tembok pembatas adalah milik Warga RW 08 dan bukan merupakan bagian aset yang diserahkan pengembang kepada Pemda,” katanya. (dit)