SERANG, beritaindonesianet-Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) menyatakan, jawaban secara umum atas pertanyaan Fraksi-Fraksi DPRD Provinsi Banten dalam Pemandangan Umum terhadap Nota Pengantar Gubernur Atas Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2020 adalah karena kondisi pandemi Covid-19. Hal itu diungkap Gubernur dalam Rapat Paripurna Jawaban Gubernur Terhadap Pemandangan Umum Fraksi – Fraksi Atas Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2020 si Gedung DPRD Provinsi Banten, KP3B Curug, Kota Serang (Kamis, 24/6/2021).
“Jawabannya cuma satu (1), karena Covid-19. Bukan karena prosedural, tapi karena kondisi Covid-19,” ungkap Gubernur.
Dikatakan, meskipun dalam masa pandemi COVID-19, optimalisasi Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak daerah khususnya PKB dan BBNKB terus dilakukan melalui kegiatan intensifikasi pajak daerah antara lain dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 12 Tahun 2020 dan Nomor 60 Tahun 2020 tentang Penghapusan Sanksi Administratif Atau Denda Pajak Kendaraan Bermotor Tahunan, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Mutasi Masuk Dari Luar Daerah, Mutasi Dalam Daerah Dan Penghapusan Tarif Progresif.
“Hal ini ditujukan untuk menjaga Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap dalam kondisi baik dan selanjutnya akan meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat. Kemudian memberikan kemudahan dalam pelayanan pembayaran pajak kendaraan bermotor tahunan melalui e-samsat dalam kanal pembayaran, dengan cukup menunjukkan STNK asli tanpa harus menunjukan KTP, kemudahan ini se-Indonesia untuk pertama kali baru diterapkan di Provinsi Banten wilayah hukum Polda Banten,” jelas Gubernur.
“Untuk masa yang akan datang saya akan melakukan upaya-upaya lebih maksimal melalui pembinaan dan pengawasan sumber daya manusia dan kinerja Perangkat Daerah yang membidangi Pendapatan Daerah, melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan pada sektor lainnya diluar pajak daerah termasuk peningkatan kinerja BUMD, dan melakukan kerjasama pemerintah dengan badan usaha atau melalui public private partnership, serta membuat kajian secara cermat dan akurat tentang potensi daerah yang digunakan sebagai landasan perencanaan serta untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah,” tambahnya.
Dijelaskan, tidak tercapainya realisasi pendapatan tersebut terutama disebabkan dari Pendapatan Asli Daerah antara lain penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sangat didominasi dari penerimaan BBNKB penyerahan pertama (kendaraan baru), sementara pada tahun 2020 dengan adanya Pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan daya beli masyarakat terhadap pembelian kendaraan bermotor baru di wilayah Provinsi Banten. Selanjutnya penerimaan pajak rokok tidak mencapai target disebabkan belum disalurkannya Bagi Hasil pajak rokok untuk periode penerimaan triwulan IV (bulan Oktober dan November 2020) dari Kementerian Keuangan RI yang disebabkan masih kurangnya kelengkapan persyaratan laporan penyaluran Bagi Hasil Pajak rokok periode triwulan III tahun 2020 ke Pemerintah Kabupaten/Kota.
Terkait tidak tercapainya target retribusi daerah diantaranya disebabkan oleh retribusi Pelayanan Pendidikan pada BPSDMD Provinsi Banten sejak bulan April s/d berakhirnya tahun 2020 tidak memberikan pelayanan untuk penyewaan seperti gedung serba guna, aula, asrama, dan ruang kelas bagi masyarakat umum dan swasta. Hal ini dilakukan untuk pencegahan penyebaran COVID-19. Retribusi Pelayanan Kesehatan pada RSUD Banten dan UPTD Labkesda yang dialihkan sebagai Rumah Sakit Khusus Pusat Rujukan Covid-19 dan laboratorium rujukan pemeriksaan hasil Swab Covid-19 dengan metode PCR, sehingga target pendapatan dari jasa pelayanan umum tidak tercapai.
Masih menurut Gubenur, terdapat realisasi penyerapan belanja yang tidak maksimal disebabkan adanya efisiensi di belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Efisiensi belanja pegawai didominasi dari belanja pegawai BLUD, kemudian efesiensi belanja barang dan jasa didominasi oleh belanja pengiriman peserta kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS, belanja jasa kesenian, serta honorarium PNS. Berikutnya efisiensi dari belanja modal didominasi dari belanja modal gedung dan bangunan untuk pembangunan gedung tempat kerja.
“Terkait dengan realisasi Belanja Tidak Terduga Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp576,95 miliar atau 74,93%, jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang hanya 3,44% terdapat kenaikan sebesar 71,49%. Kriteria penganggaran Belanja Tidak Terduga di antaranya adalah merupakan belanja yang dialokasikan untuk mengantisipasi terjadinya keadaan darurat atau keperluan mendesak yang sebelumnya tidak dapat diprediksi. Adapun capaian realisasi Belanja Tidak Terduga tersebut dalam rangka penanganan COVID-19 di bidang kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan jaring pengaman sosial,” jelas Gubernur.
Dikatakan, terobosan-terobosan apa saja yang akan dilakukan sehingga pada tahun anggaran 2021 realisasi belanja barang dan jasa bisa mendekati rencana, Pemprov Banten melaksanakan evaluasi dan identifikasi rencana realisasi setiap pos belanja barang jasa sehingga pada Perubahan Anggaran dapat dialihkan pada pos belanja yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Sedangkan terkait Dana Hibah, lanjut Gubenur, yang merupakan komponen belanja tidak langsung dalam pelaksanaannya mengalami banyak dinamika. Pada prinsipnya Provinsi Banten telah melaksanakan mekanisme belanja hibah kepada lembaga atau Pondok Pesantren sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2017 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD Provinsi Banten. Adapun atas permasalahan hukum yang terjadi saat ini, saya percayakan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
Dijelaskan Gubernur, berdasarkan hasil audit BPK SiLPA Tahun 2020 sebesar Rp681,41 menurun sebesar 28,81% dibandingkan dengan SiLPA Tahun 2019 sebesar Rp957,24 miliar. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas kinerja pelaksanaan APBD tahun 2020.
“Adapun penyebab SiLPA tersebut terutama berasal dari efisiensi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal dan belanja tidak terduga sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan belanja,” jelas Gubernur.
Gubernur juga menjelaskan bahwa beberapa jenis barang seperti kasur, bantal, sarung bantal, seprei dan ada barang lain yang stoknya masih di gudang adalah barang-barang UPTD Latihan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi diperuntukkan bagi kegiatan pelatihan ketenagakerjaan yang belum dimanfaatkan karena pelatihan dilakukan secara daring disebabkan kondisi pandemi Covid-19.
Terkait pengelolaan aset daerah, dijelaskan Gubernur, penanganan dan pengelolaan aset daerah berupa tanah, situ, dan aset yang dikuasai pihak lain, Pemprov Banten telah melakukan upaya di antaranya capaian sertifikasi pada tanah Tahun 2020 sejumlah 201 bidang dari target sejumlah 200 bidang atau 101%. Sampai dengan tahun 2020, aset Tanah Pemerintah milik Provinsi Banten yang telah tersertifikasi sejumlah 428 bidang, sedangkan target sertifikasi tanah pada Tahun 2021 adalah 250 bidang termasuk di dalamnya Situ dan melakukan kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi Banten dengan menerbitkan Surat Kuasa Khusus (SKK) atas penyelesaian aset yang bermasalah.
”Saya sepakat dengan seluruh fraksi bahwa kita perlu secara bersama-sama meningkatkan koordinasi pemerintahan yang konstruktif, keseimbangan perencanaan daerah antara unit kerja maupun antara provinsi dengan kabupaten dan kota, serta peningkatan sinergitas kerjasama pembangunan antara pemerintah, masyarakat dan swasta,” tegas Gubernur.
”Mari kita bersama-sama bekerja untuk terus meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan menjaga kondusifitas wilayah serta memberikan pelayanan prima untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Banten, dengan tetap menjaga protokol kesehatan COVID-19. Semoga kita senantiasa diberikan petunjuk dan ridho dari Allah SWT,” pungkasnya.(hen)