Berita AktualBerita Internasional

Perang Dunia Ketiga, Harapan Rouhani dan Gertakan Trump

Internasional – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali meramaikan dunia dengan ancaman perang. Membalas pernyataan Presiden Hassan Rouhani yang mengancam AS dengan perang besar, Trump mengingatkan Rouhani tidak main-main dengan negaranya.

Di hadapan para diplomat Iran Ahad lalu, Rouhani yang mulai gerah atas berbagai retorika anti-Iran yang dilontarkan Trump, menyatakan bahwa “Amerika harus tahu bahwa perdamaian dengan Iran adalah induk dari segala perdamaian, dan perang dengan Iran adalah induk dari segala perang.”

Pernyataan Rouhani tersebut dibalas Trump lewat cuitan di akun Twitter resminya dengan huruf besar atau kapital. “Jangan pernah mengancam Amerika Serikat atau Anda akan menanggung konsekuensi seperti yang pernah dialami sejumlah pihak sepanjang sejarah. Kami bukan lagi negara yang menerima kata-kata gila Anda. Waspadalah!”

https://twitter.com/realDonaldTrump/status/1021234525626609666

Namun perang kata-kata Trump mengingatkan orang saat dia berkonfrontasi dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. Setelah mengancam akan membalas Kim Jong-un dengan ‘api dan kemarahan’, beberapa bulan kemudian Trump menemuinya di Singapura dalam gelaran perdamaian ala acara realitas di televisi dan menyepakati isu penting yakni ‘denuklirisasi Semenanjung Korea’.

Dengan Teheran, tampaknya tak bakal sama.

Pernyataan Rouhani Ahad merujuk sikap anti-Iran yang secara agresif dikumandangkan Trump. Dia mengingatkan Trump bahwa negaranya maasih menguasai perairan di kawasan. Iran bisa memblokir Selat Hormuz di ujung Teluk, rute yang dilewati kapal tanker minyak, jika sanksi AS menyebabkan penjualan Teheran menurun.

“Tuan Trump! Kami adalah orang-orang bermartabat dan penjamin keamanan perairan di wilayah ini sepanjang sejarah. Jangan bermain-main dengan ekor singa, Anda akan menyesalinya,” kata Rouhani.

Meski begitu, pernyataan yang disampaikan Rouhani di hadapan para diplomat Iran itu sebenarnya mengulurkan perdamaian, tak hanya bagi Amerika Serikat, tetapi juga musuh bebuyutannya di kawasan, Arab Saudi.

Namun nada ‘perdamaian’ tampaknya dipadamkan. Tak hanya oleh cuitan keras Trump, tapi juga Duta Besar Arab Saudi di Amerika Serikat, Khalid bin Salman yang memuji cuitan Presiden AS Donald Trump. “Trump menegaskan bahwa kita tidak mendekati Iran dengan kebijakan yang menyenangkan yang pernah gagal menghentikan Nazi Jerman untuk berkuasa. Kita perlu menyatukan strategi untuk mengatasi sikap destabilitasi rezim Iran.”

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyamakan pejabat Iran sebagai ‘mirip mafia ketimbang sebuah pemerintahan’. Adapun presiden Iran dan menteri luar negerinya, disebut Pompeo sebagai ‘orang-orang terdepan di panggung internasional Ayatollah.’ Pernyataan yang tampaknya digunakan untuk menarik perhatian warga AS keturunan Iran yang saat itu mendengarkan pidato Pompeo di California.

Meski begitu, perang dunia ketiga tampaknya dipicu cuitan Trump. Tak satu pun pihak, baik Iran maupun Amerika Serikat menginginka konfrontasi.

Pada Senin, pejabat Iran menyatakan ancaman Trump ‘pasif’. Meskipun Garda Revolusi Iran menuduh Trump berusaha mengobarkan ‘perang psikologis’.

Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders mengklarifikasi bahwa cuitan Trump tidak ditujukan untuk meningkatkan ketegangan kedua negara.

“Hasutan dari siapa pun tidak akan lebih jauh dari Iran,” kata dia sambil menambahkan Trump telah menegaskan apa saja yang tidak akan dibiarkan terjadi.

Dilansir The Independent, pakar internasional dari Chatham House, London, Sanam Vakil mengatakan pernyataan keras AS soal Iran lebih ditujukan untuk konsumsi domestik Amerika Serikat. Sedangkan di pihak Iran, menurut Vakil, pola pikir para pejabat Iran yang pragmatis cenderung akan menunggu perubahan pemerintahan di Amerika Serikat.

“Saya tidak ingin mengecilkan komentar, karena eskalasi selalu mungkin dan retorika permusuhan bisa menyebabkan konsekuensi serius, tapi pernyataan tersebut terlontar dalam konteks politik domestik AS,” kata Vakil. “Pola pikir politisi pragmatis dan garis keras yang menganggap pemerintahan Trump tidak terduga, mungkin lebih baik menunggu masa jabatannya berakhir dan berharap dia tidak terpilih lagi, ketimbang menyambar umpan apapun.” (ant/cnn)