Jakarta – Koordinator Indonesia Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya meminta Polri tetap bisa bersikap adil atas laporan yang masuk ke kepolisian. Sebab, ia memandang muncul diskriminasi atas laporan dari masyarakat.
Dia menilai, ketika upaya megkriminalisasi ulama Polri dengan segera menindaklanjuti laporan tersebut. Sedangkan laporan ulama sejak 2012 dan umat Islam yang menuntut keadilan atas penista agama tidak berjalan.
Menurutnya, aksi massa dari Front Pembela Islam (FPI) ke Mabes Polri Senin (16/1) adalah langkah positif para ulama yang merasa tidak mendapatkan keadilan tersebut. “Banyak janji Polri yang tidak berkeadilan. Banyak tindakan kriminalisasi terhadap ulama yang dengan cepat di-follow up oleh polisi,” kata dia.
Namun laporan ulama sejak tahun 2012 tak pernah diperlakukan sama. “Ulama yang saat ini ke Mabes Polri, hanya menagih keadilan,” kata dia. Ini sebuah langkah bagus warga negara, guna mengingatkan pada umara, betapa pentingnya keadilan itu.
Dari aksi hari ini pun, ia memandang ada satu hal yang patut dicatat. Yakni para ulama ingin penegakan hukum harus dilakukan setara kepada semua warga negara. “Pemerintah tidak boleh tebang pilih, hanya membidik para ulama sebagai proyek pemidanaan,” ujar Mustofa Nahra.
Sedangkan, lanjutnya, para pejabat yang disinyalir umat Islam menista agama Islam seperti Megawati, atau aparat yang memprovokasi seperti Kapolda Metro jaya saat demo 4/11 dan Kapolda Jabar yang mengerahkan massa preman menghajar massa Islam didiamkan.
Mustofa Nahra berharap Polri dapat membuktikan janjinya bahwa semua laporan akan ditindaklanjuti. Maka, ketika para Ulama hari ini membawa banyak laporan dugaan pidana oleh aparat dan pejabat, sudah seharusnya Polri harus menindaklanjutinya.
Namun, jika laporan-laporan seperti ini tidak ditanggapi, ia khawatir akan terjadi aksi main hakim sendiri. Aksi ini dapat menyasar pihak-pihak yang dianggap terlibat. “Umat Vs Preman, atau sebaliknya. Aroma dendam, sangat terasa, tanpa pemenuhan janji polri,” kata dia. (Rep)