SERANG,Beritaindonesianet.com – Persatuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Banten meminta Pemerintah Provinsi Banten memberlakukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Mengingat masyarakat di wilayah Provinsi Banten yang mengalami gangguan kejiwaan belum ditangani secara maksimal.
“Masyarakat Banten tidak sedikit yang mengalami gangguan kejiwaan, namun SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten belum maksimal menangani penyakit gangguan kejiwaan. Jadi kami minta Undang-Undang Kesehatan Jiwa diberlakukan di Provinsi Banten,” kata Mahruz Ali, Perwakilan Persatuan BEM Se- Banten saat audiensi dengan Ketua DPRD Provinsi Banten, Asep Rahmatullah di Ruang Rapat Pimpinan DPRD di KP3B, Curug Kota Serang, Kamis (3/9/2015).
Ali mengungkapkan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa menyebutkan Pasal 77, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa. Pasal 81 ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan upaya rehabilitasi terhadap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum.
Kemudian Pasal 86 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan pemasungan, penelantaran, dan/atau kekerasan terhadap ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ atau tindakan lainnya yang melanggar hak asasi ODMK dan ODGJ, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. “Kalau Undang-Undang Kesehatan Jiwa ini diberlakukan, kami yakin tidak mungkin ada masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan dipasung,” ujarnya.
Supriyadi, Relawan ODMK menambahkan, akibat Undang-Undang tersebut belum diberlakukan di Provinsi Banten, lebih dari 137 orang yang menderita gangguan kejiwaan di Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang dibiarkan begitu saja, karena orang yang mengalami gangguan kejiwaan dianggap bukan penyakit medis. “Kalau dihitung dengan jumlah penduduk di Banten sebanyak 11,83 juta jiwa, 2 persennya mengalami gangguan kejiwaan. Parahnya lagi tenaga kesehatan kejiwaan di RSUD Banten masih minim, akibatnya penanganan terhadap orang yang menderita gangguan kejiwaan lebih banyak ditangani para relawan,” kata Supriyadi.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Provinsi Banten, Asep Rahmatullah mengaku siap menindaklanjuti hasil audiensi tersebut dengan SKPD terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten. “Dalam waktu dekat ini saya akan panggil SKPD terkait untuk membahas Undang-Undang Kesehatan Jiwa dan penanganan terhadap masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan, karena masalah ini harus ditangani secara maksimal,” kata Asep sambil menutup pembicaraan. (Avetorial)