Pemerintah Masih Upayakan Pemulangan WNI di Suriah

Ankara – Pemerintah RI terus berupaya untuk memulangkan ke Tanah Air, Warga Negara Indonesia (WNI) yang masih berada di wilayah konflik Suriah. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius kepada wartawan di Ankara, Rabu (5/7/2017), setelah pertemuan bilateral dengan Pemerintah Turki yang membahas tentang pengembangan kerja sama penanganan terorisme.

“Ya kita sedang koordinasi, dari waktu ke waktu kita koordinasi dengan BNPT, dengan Densus, dengan kita sendiri, dengan kedutaan kita dan pada saat kita komunikasi dengan kedutaan tidak hanya melibatkan satu kedutaan,” kata Retno.

Ia mencontohkan upaya yang dilakukan untuk memulangkan 12 WNI yang berada di wilayah konflik di Suriah dilakukan dengan berkomunikasi tidak hanya langsung dengan mereka, tapi juga melalui beberapa pihak.

“Setelah itu kita melibatkan kedutaan-kedutaan kita di wilayah sekitarnya, karena katakanlah kita akan mengevakuasi mereka maka kita mencarikan jalan bagaimana evakuasi yang paling aman dan cepat. Jadi prosesnya memang proses yang sangat tidak mudah,” katanya.

Karena itu, semua pihak harus menyadari upaya tersebut bukan sesuatu yang mudah karena wilayah itu bukan wilayah aman dan mereka sudah berada di wilayah Suriah selama dua tahun.

“Tetapi koordinasi kita, saya kira sampai saat ini berlangsung dengan baik. Hampir tiap hari saya dengan Pak Kepala BNPT itu lebih dari minum obat, lebih dari tiga kali kalau orang sakit minum obat tiga kali, jadi saya dengan beliau komunikasi lebih dari sekadar minum obat, jadi sering sekali berkoordinasi menangani banyak evakuasi, penanganan, prevensi, deradikalisasi,” katanya.

Sementara itu, Kepala BNPT Suhardi Alius menambahkan Indonesia harus memiliki konsep dalam kaitannya saat memulangkan WNI dari Suriah.

“Kita harus juga punya konsep ketika mereka kembali, kita verifikasi apa ini menjadi bagian dari FTF atau tidak tentu ini ada pendekatan-pendekatannya. Kalau mereka FTF dan keluarganya mereka punya ideologi yang sangat keras kita juga perlu ada program deradikalisasi,” katanya.

Setelah melalui verifikasi, pihaknya kemudian akan bekerja sama dengan Kementerian Sosial untuk menempatkan mereka yang terbukti menganut ideologi radikal untuk menjalani terapi deradikalisasi di Panti Sosial Bambu Apus, Jakarta Timur.

“Kita turunkan ulama kita, psikolog kita untuk membantu mereduksi walaupun belum ada jaminan, kami sudah kontak juga dengan Mendagri untuk memberitahu kepada kepala daerah. Ketika mereka kembali ke daerah masing-masing sesuai dengan daerahnya karena hukum kita belum bisa menjangkau ke situ. Itu ada satu monitoring lanjutan dari Pemda,” kata Suhardi.

Terkait kerja sama dengan Turki, sebelumnya pada Mei 2017, Suhardi telah melakukan pertemuan bilateral dengan mitranya di Turki untuk mengembangkan kerja sama yang lebih konkret terkait pemberantasan terorisme.

Namun ia mengaku tidak bisa membuka detail kerja sama tersebut kepada publik namun pada intinya kedua negara memiliki semangat dan keinginan yang sama untuk memberantas terorisme. (ant)